Gue suka berpikir kalau apa yang gue lakukan sekarang ini, tentu adalah masa lalu di masa depan gue. Apa yang terjadi sekarang sebaliknya adalah masa depan yang gue bayangkan dulu.
Lucu karena mungkin beberapa bulan nanti, mungkin gue sudah akan tahu akan kuliah dimana gue, gue udah tahu masa depan gue mau kayak gimana.
Gue rasa semua yang namanya remaja itu antara bingung, penasaran, bahkan takut akan masa depannya kelak. Gue kira hanya gue yang takut untuk mengetahui masa depan gue, tetapi setelah sharing sama temen-temen gue yang lain, mereka semua juga sama aja. Kebanyakan dari mereka penasaran gimana sih masa depan mereka? Mereka jadinya kuliah dimana? Nanti kerja apa? Menikah sama siapa? Punya anak berapa? Lucu kah mereka? Dan yang paling menakutkan lagi adalah mengetahui berapa lama kita hidup di dunia ini?
Bicara soal masa depan, seperti yang mungkin sering gue tulis di sini, dari dulu gue punya banyak cita-cita. Pertama kali adalah dokter. Gue kagum dengan sosok mereka yang, bisa menyembuhkan gue waktu kecil sering sakit-sakitan. Lalu, ada guru, penulis, agen mata-mata, detektif, suster, pendeta, sampai akhirnya gue memutuskan untuk menjadi psikolog.
Gue bisa dibilang mulai tergila-gila dengan yang namanya psikologi sejak SMA. Mungkin bibit-bibit suka dengan psikologi mulai muncul dari kelas 9 sih. Bagi gue pelajaran yang paling menarik di sekolah gue adalah pendidikan karakter. Memang di setiap SMA di yayasan sekolah gue itu punya muatan lokal-nya masing-masing. Nah, di sekolah gue itu muatan lokal-nya adalah pendidikan karakter. Gue makin dalam menyukai psikologi sejak penjurusan di IPS.
Awalnya, waktu gue masih kelas 10 gue itu paling suka pelajaran ekonomi karena pelajarannya mudah dihafal. Selain itu, gurunya juga memang guru baru jadi soalnya gampang. Menginjak kelas 11 IPS, gue makin menyadari ekonomi itu sulit dan bikin mabok. Trust me, gue lebih suka sosiologi daripada ekonomi. Ditambah lagi ada yang namanya akuntansi. Sekolah gue terkenal banget sama anak-anak lomba akuntansi yang selalu menang di lomba-lomba yang diadakan universitas, jadi kebayang kan bagaimana murid biasa seperti gue disama-ratakan dengan anak lomba? Plus sejak kelas 12 ini gue dapet tambahan pelajaran lagi yang namanya ekonometri. Fix, gue semakin kurang menyukai ekonomi.
Ketika hampir seluruh anak IPS itu tertarik sama ilmu ekonomi (baik akuntansi, bisnis, manajemen, marketing, dll) gue malah mem-blacklist jurusan ekonomi dari pilihan jurusan gue. Kenapa? karena gue akui gue ini orangnya tidak matre. Orang-orang boleh menganggap gue bodoh karena tidak mau mencari keuntungan. Namun, inilah gue, yang suka membantu orang dengan sukarela meskipun harus mengorbankan diri gue sendiri.
Di satu sisi, saat gue udah sangat mantap untuk mengambil psikologi karena tidak ada jurusan lain yang membuat gue tertarik, gue malah galau. Setelah lulus, gue mau jadi apa?
Awalnya, keputusan gue psikologi agak diremehkan karena psikologi kurang memiliki prospek menjanjikan di masa depan. Apalagi di negara semacam Indonesia yang jelas mengutamakan bisnis, dokter, hukum, ataupun yang berhubungan sama pemerintahan.
Pekerjaan minor itu tidak menjanjikan. Bisa aja bertahan, tapi yah tidak akan memiliki penghasilan besar. Ditambah, gue ditakut-takuti kalau mau menjadi psikolog itu harus kuliah S2 bahkan S3, gue diancam bakal jadi perawan tua karena seluruh hidup gue dihabiskan untuk sekolah.
Dibalik segala caci-maki tentang psikologi, gue lama-lama didukung juga sama keluarga gue. Lucu sih.
Nyokap gue bilang emang bakat gue itu psikologi. Cici gue bilang justru prospek psikologi di masa depan itu menjanjikan karena Indonesia rupanya kekurangan tenaga kerja kejiwaan, sementara banyak banget orang zaman sekarang yang depresi, stress, dan butuh banget dipulihkan kejiwaannya.
Bokap gue malah menganggap gue ini seorang psikolog beneran. Dia menasehati gue kalo mau jadi psikolog, yah gak boleh pesimis. Kalau gue gak yakin sama diri gue sendiri, gimana mau meyakinkan orang lain? Bahkan dia sampe nasehatin gue ke hal yang sama sekali gak berhubungan sama psikologi. Pokoknya semuanya disangkut-pautkan dengan psikolog.
Mentang-mentang gue juga mau kuliah psikologi, temen-temen gue langsung menganggap gue ini udah jadi psikolog. Gue memang suka menyuruh mereka ikut tes kepribadian gitu, dan setelah hasilnya keluar mereka langsung tanya, "Eh gue ISFJ nih artinya apa yah, Sha?"
Teman-teman, please walaupun gue suka baca buku psikologi gue belum se-jago itu bisa mengetahui secara lengkap bagaimana kepribadian kalian. Gue cuma bisa mengira-ngira permukaan diri kalian doang. But, so far yah gue juga didukung oleh temen-temen. Mereka sering memanfaatkan jasa konseling tanpa bayaran ke gue. It's okay. Pada dasarnya gue suka membantu orang kok.
Nah, ini masalah terbesarnya. Memangnya kalo gue kuliah psikologi, gue mau jadi psikolog beneran? :)
What if, gue ini sebetulnya pengen kerja yang lain? Harus diakui, gue yakin banget gue gak bakal rela meninggalkan dunia menulis. Bagi gue, jauh lebih mudah berkomunikasi lewat tulisan daripada langsung secara tatap muka. Gue udah menulis sejak gue masih kecil, jadi gue gak bisa bayangin gimana kalo gue berhenti menulis suatu saat nanti.
Ada dua "skenario" yang terbayangkan dalam benak gue. Pertama, gue akan kerja bantuin psikolog terus lanjutin S2 biar bisa praktek sendiri, dan mungkin gue bakal jadi konselor plus bekerja sampingan sebagai penulis. Pilihan kedua adalah gue bakal bekerja menyimpang dari jurusan. Gue bisa aja jadi polisi(?), detektif, agen BIN, artis?, penyanyi?, diplomat?, atau seperti yang gue pengenin dari dulu yakni bekerja di majalah dan jadi penulis? Atau parahnya gue bisa aja cuma jadi ibu rumah tangga? Nyahahahaahahaha....
Entah apa yang akan terjadi di masa depan... kadang-kadang gue emang kelewat cemas dan penasaran dengan hidup gue sendiri. Gue merasa hidup gue ini enggak jelas, sementara teman-teman gue sebenernya lebih gak jelas lagi daripada gue. Temen-temen gue pengen banget cari kuliahan yang cepet lulus dan terus cepet kerja, sedangkan gue ini pengen lulus dengan normal, gue menikmati masa sekolah yang tinggal menghitung satu tangan. Memang kerja enak dapet uang, tapi gak mikir apa pengeluarannya? Kita sekolah masih di-supply mami-papi, coba bayangin nanti kerja? pake duit sendiri?
Apapun yang terjadi di masa depan kelak, hopefully itulah memang panggilan hidup gue. Sungguh gue lebih seneng menjadi orang yang berguna daripada sekedar numpang hidup di dunia untuk mencari uang. Gue juga pengen jadi orang kaya yang sukses, tetapi dengan cara yang bisa mengubah hidup orang lain. Kalian boleh bilang gue lebay, tapi memang inilah tujuan hidup gue.
Love
Natasha yang 100% kuliah psikologi dan 90% di univ X
Additional story :
Belakangan ini, mungkin karena udah kelas 12... gencar-gencarnya deh kita bahas mau kuliah apa dan dimana. Ada temen gue (termasuk gue juga sih) yang udah fix mau kuliah apa dan di universitas ini, ada yang maunya di universitas tertentu tapi gatau mau jurusannya apa, dan ada yang udah tau mau jurusan ini, tetapi gak tau mau dimana.
Gue berada di posisi yang didukung sekaligus ditakut-takuti. Katanya psikologi berat, banyak tugas, bacaannya Inggris semua, terus ujiannya segunung materinya. Ditambah katanya univ yang gue tuju ini susah lulusnya. Lama.
Jujur gue tidak takut sih. Gue sendiri yang memutuskan buat kuliah psikologi jadi kalau gue mengeluh, yah harus gue tanggung. Kalo perkara univ yang gue tuju ini katanya sulit ngelulusin anak, gue juga kurang paham. Menurut edufair sih, setelah gue tanya-tanya yah cici yang jaga stand bilang, "Tergantung, kamu mau cepet lulus apa enggak? Kalo mau cepet yah rajin belajar, semuanya mau dimanapun harus begitu. Kalo kamu sanggup ambil 24 sks tiap semester, yah coba aja nanti rasain pas kuliah gimana capeknya"
Gue juga mendapat dorongan dari cici gue yang sudah berpengalaman, she said the less you know the better, biarin aja nanti gue adaptasi sendiri di sana. Mau gak mau kan harus bertahan? :)
Semoga gue ketrima bebas tes and gue tidak salah memilih. Sekian.
Lucu karena mungkin beberapa bulan nanti, mungkin gue sudah akan tahu akan kuliah dimana gue, gue udah tahu masa depan gue mau kayak gimana.
Gue rasa semua yang namanya remaja itu antara bingung, penasaran, bahkan takut akan masa depannya kelak. Gue kira hanya gue yang takut untuk mengetahui masa depan gue, tetapi setelah sharing sama temen-temen gue yang lain, mereka semua juga sama aja. Kebanyakan dari mereka penasaran gimana sih masa depan mereka? Mereka jadinya kuliah dimana? Nanti kerja apa? Menikah sama siapa? Punya anak berapa? Lucu kah mereka? Dan yang paling menakutkan lagi adalah mengetahui berapa lama kita hidup di dunia ini?
Bicara soal masa depan, seperti yang mungkin sering gue tulis di sini, dari dulu gue punya banyak cita-cita. Pertama kali adalah dokter. Gue kagum dengan sosok mereka yang, bisa menyembuhkan gue waktu kecil sering sakit-sakitan. Lalu, ada guru, penulis, agen mata-mata, detektif, suster, pendeta, sampai akhirnya gue memutuskan untuk menjadi psikolog.
Gue bisa dibilang mulai tergila-gila dengan yang namanya psikologi sejak SMA. Mungkin bibit-bibit suka dengan psikologi mulai muncul dari kelas 9 sih. Bagi gue pelajaran yang paling menarik di sekolah gue adalah pendidikan karakter. Memang di setiap SMA di yayasan sekolah gue itu punya muatan lokal-nya masing-masing. Nah, di sekolah gue itu muatan lokal-nya adalah pendidikan karakter. Gue makin dalam menyukai psikologi sejak penjurusan di IPS.
Awalnya, waktu gue masih kelas 10 gue itu paling suka pelajaran ekonomi karena pelajarannya mudah dihafal. Selain itu, gurunya juga memang guru baru jadi soalnya gampang. Menginjak kelas 11 IPS, gue makin menyadari ekonomi itu sulit dan bikin mabok. Trust me, gue lebih suka sosiologi daripada ekonomi. Ditambah lagi ada yang namanya akuntansi. Sekolah gue terkenal banget sama anak-anak lomba akuntansi yang selalu menang di lomba-lomba yang diadakan universitas, jadi kebayang kan bagaimana murid biasa seperti gue disama-ratakan dengan anak lomba? Plus sejak kelas 12 ini gue dapet tambahan pelajaran lagi yang namanya ekonometri. Fix, gue semakin kurang menyukai ekonomi.
Ketika hampir seluruh anak IPS itu tertarik sama ilmu ekonomi (baik akuntansi, bisnis, manajemen, marketing, dll) gue malah mem-blacklist jurusan ekonomi dari pilihan jurusan gue. Kenapa? karena gue akui gue ini orangnya tidak matre. Orang-orang boleh menganggap gue bodoh karena tidak mau mencari keuntungan. Namun, inilah gue, yang suka membantu orang dengan sukarela meskipun harus mengorbankan diri gue sendiri.
Di satu sisi, saat gue udah sangat mantap untuk mengambil psikologi karena tidak ada jurusan lain yang membuat gue tertarik, gue malah galau. Setelah lulus, gue mau jadi apa?
Awalnya, keputusan gue psikologi agak diremehkan karena psikologi kurang memiliki prospek menjanjikan di masa depan. Apalagi di negara semacam Indonesia yang jelas mengutamakan bisnis, dokter, hukum, ataupun yang berhubungan sama pemerintahan.
Pekerjaan minor itu tidak menjanjikan. Bisa aja bertahan, tapi yah tidak akan memiliki penghasilan besar. Ditambah, gue ditakut-takuti kalau mau menjadi psikolog itu harus kuliah S2 bahkan S3, gue diancam bakal jadi perawan tua karena seluruh hidup gue dihabiskan untuk sekolah.
Dibalik segala caci-maki tentang psikologi, gue lama-lama didukung juga sama keluarga gue. Lucu sih.
Nyokap gue bilang emang bakat gue itu psikologi. Cici gue bilang justru prospek psikologi di masa depan itu menjanjikan karena Indonesia rupanya kekurangan tenaga kerja kejiwaan, sementara banyak banget orang zaman sekarang yang depresi, stress, dan butuh banget dipulihkan kejiwaannya.
Bokap gue malah menganggap gue ini seorang psikolog beneran. Dia menasehati gue kalo mau jadi psikolog, yah gak boleh pesimis. Kalau gue gak yakin sama diri gue sendiri, gimana mau meyakinkan orang lain? Bahkan dia sampe nasehatin gue ke hal yang sama sekali gak berhubungan sama psikologi. Pokoknya semuanya disangkut-pautkan dengan psikolog.
Mentang-mentang gue juga mau kuliah psikologi, temen-temen gue langsung menganggap gue ini udah jadi psikolog. Gue memang suka menyuruh mereka ikut tes kepribadian gitu, dan setelah hasilnya keluar mereka langsung tanya, "Eh gue ISFJ nih artinya apa yah, Sha?"
Teman-teman, please walaupun gue suka baca buku psikologi gue belum se-jago itu bisa mengetahui secara lengkap bagaimana kepribadian kalian. Gue cuma bisa mengira-ngira permukaan diri kalian doang. But, so far yah gue juga didukung oleh temen-temen. Mereka sering memanfaatkan jasa konseling tanpa bayaran ke gue. It's okay. Pada dasarnya gue suka membantu orang kok.
Nah, ini masalah terbesarnya. Memangnya kalo gue kuliah psikologi, gue mau jadi psikolog beneran? :)
What if, gue ini sebetulnya pengen kerja yang lain? Harus diakui, gue yakin banget gue gak bakal rela meninggalkan dunia menulis. Bagi gue, jauh lebih mudah berkomunikasi lewat tulisan daripada langsung secara tatap muka. Gue udah menulis sejak gue masih kecil, jadi gue gak bisa bayangin gimana kalo gue berhenti menulis suatu saat nanti.
Ada dua "skenario" yang terbayangkan dalam benak gue. Pertama, gue akan kerja bantuin psikolog terus lanjutin S2 biar bisa praktek sendiri, dan mungkin gue bakal jadi konselor plus bekerja sampingan sebagai penulis. Pilihan kedua adalah gue bakal bekerja menyimpang dari jurusan. Gue bisa aja jadi polisi(?), detektif, agen BIN, artis?, penyanyi?, diplomat?, atau seperti yang gue pengenin dari dulu yakni bekerja di majalah dan jadi penulis? Atau parahnya gue bisa aja cuma jadi ibu rumah tangga? Nyahahahaahahaha....
Entah apa yang akan terjadi di masa depan... kadang-kadang gue emang kelewat cemas dan penasaran dengan hidup gue sendiri. Gue merasa hidup gue ini enggak jelas, sementara teman-teman gue sebenernya lebih gak jelas lagi daripada gue. Temen-temen gue pengen banget cari kuliahan yang cepet lulus dan terus cepet kerja, sedangkan gue ini pengen lulus dengan normal, gue menikmati masa sekolah yang tinggal menghitung satu tangan. Memang kerja enak dapet uang, tapi gak mikir apa pengeluarannya? Kita sekolah masih di-supply mami-papi, coba bayangin nanti kerja? pake duit sendiri?
Apapun yang terjadi di masa depan kelak, hopefully itulah memang panggilan hidup gue. Sungguh gue lebih seneng menjadi orang yang berguna daripada sekedar numpang hidup di dunia untuk mencari uang. Gue juga pengen jadi orang kaya yang sukses, tetapi dengan cara yang bisa mengubah hidup orang lain. Kalian boleh bilang gue lebay, tapi memang inilah tujuan hidup gue.
Love
Natasha yang 100% kuliah psikologi dan 90% di univ X
Additional story :
Belakangan ini, mungkin karena udah kelas 12... gencar-gencarnya deh kita bahas mau kuliah apa dan dimana. Ada temen gue (termasuk gue juga sih) yang udah fix mau kuliah apa dan di universitas ini, ada yang maunya di universitas tertentu tapi gatau mau jurusannya apa, dan ada yang udah tau mau jurusan ini, tetapi gak tau mau dimana.
Gue berada di posisi yang didukung sekaligus ditakut-takuti. Katanya psikologi berat, banyak tugas, bacaannya Inggris semua, terus ujiannya segunung materinya. Ditambah katanya univ yang gue tuju ini susah lulusnya. Lama.
Jujur gue tidak takut sih. Gue sendiri yang memutuskan buat kuliah psikologi jadi kalau gue mengeluh, yah harus gue tanggung. Kalo perkara univ yang gue tuju ini katanya sulit ngelulusin anak, gue juga kurang paham. Menurut edufair sih, setelah gue tanya-tanya yah cici yang jaga stand bilang, "Tergantung, kamu mau cepet lulus apa enggak? Kalo mau cepet yah rajin belajar, semuanya mau dimanapun harus begitu. Kalo kamu sanggup ambil 24 sks tiap semester, yah coba aja nanti rasain pas kuliah gimana capeknya"
Gue juga mendapat dorongan dari cici gue yang sudah berpengalaman, she said the less you know the better, biarin aja nanti gue adaptasi sendiri di sana. Mau gak mau kan harus bertahan? :)
Semoga gue ketrima bebas tes and gue tidak salah memilih. Sekian.
No comments:
Post a Comment