Hey there!

I'm Natasha, the author of this blog. I'm also a psychology student who is working hard to be a novelist. I like thinking deeply mainly about life. I'm not a wise person, I'm simply just a girl who wants inspire the world through my writing.

Hope you enjoy every single of my posts.

Lots of love!
Natasha

PS : Feel free to comment on my posts, I will definitely reply to your comment!


BLOG READERS SURVEY
Please kindly do this survey, it will only take a little of your time! :)

27 August 2016

Stressed Out

Okay, di tengah malam yang seharusnya bisa gue pake untuk tidur atau mengerjakan tugas, justru gue gunakan untuk mencurahkan perasaan. You know why? Cause I feel so stressed out right now.

Kuliah di semester 3 baru berjalan 3 minggu dan gue merasa seolah 3 bulan sudah berlalu. Mungkin ini karena dampak semester 1 yang sangat santai, semester 2 yang masih dapat gue handle dengan baik karena jadwal yang enak dan mata kuliah yang cukup menarik2. Memasuki semester baru ini, so far gue merasa semakin jauh dari ilmu Psikologi. Terlalu banyak belajar hal-hal yang istilah-nya, gak ada Psikologi-Psikologi-nya. Maybe because I don’t really like doing research, so I can’t really enjoy this semester classes (that mostly related to research)

Besides, tugas yang diberikan terasa never-ending. Setiap dosen seolah berlomba-lomba memberikan tugas yang banyak. I don’t say, tugasnya susah banget sampe gak bisa dikerjain, we can still manage it but you know some of them it’s tricky and need extra effort. Kayak tiap minggu bisa aja gitu tiga mata kuliah yang berbeda mengharuskan kita membuat kolase :) Saya kayak ganti jurusan desain. Belum lagi ketemu biologi yang sebetulnya gue suka, tapi karena gak pernah lagi belajar bahasa latin selama tiga tahun, bener-bener kepala gue mau meledak.

Ditambah lagi, gue mengikuti kegiatan kepanitiaan yang honestly, cukup menyenangkan untuk dijalani. I met new friends, I become more aware with other psychology students, and it challenge me to stay out from my comfort zone. Sebagai seorang introvert yang tidak pernah terlibat dalam organisasi, I feel kind of proud with myself karena tidak merasakan gejala kecemasan sosial. 
Until, today. 

Jadi, acara pertama akan dimulai minggu depan. Gue akan terlibat juga dan tugas gue cukup berat karena gue sendiri tidak ahli di bidang olahraga. So, I'm actually have no idea and kind of afraid to make mistakes. Stupid ones. Karena aslinya, gue mengira hanya akan fokus di acara gue yang bergerak di bidang sosial. Acara cup olahraga means gue bakal pulang malam. And then, gue kepikiran dengan tugas-tugas gue yang sangat banyak dan juga perasaan tak nyaman mendengar kata "pulang malam". 

You can call me nerd, anak rumahan or whatever you want, tapi serius gue gak pernah pulang rumah malem selama sekolah. Maupun kuliah. Kayak tadi, bener-bener baru pertama kali gue pulang jam setengah sembilan malem dari kampus. Dengan kondisi gedung yang udah sepi gak ada kehidupan. And I feel odd. It's not Natasha that I used to know. 

Ditambah lagi, gue memang punya kecemasan parah terhadap masalah pulang ke rumah. I don't like the feeling going home alone by public transportation. I can't take taxi after the sun goes down (thanks to Jakarta's high criminal rate). I can't drive (not yet). I also don't like the idea to go home by Ojek (but actually this is the best choice I have). I have someone to pick me up actually, but going home very late with him... I don't like the idea either. This has been my second biggest concern after never-ending assignment.

Kecemasan gue tidak berhenti di situ saja. Kebetulan, bokap gue sedang ada di Jakarta. I haven't met him for a year, so I miss him so much. Gue benci diri gue karena terlalu mencemaskan kuliah, dan agak mentelantarkan dia sendirian di rumah. He's going back to Malang in 3 days (the same day with the big event) and I haven't spent much quality time with him. It's because I'm very busy!!!
Gue berada di posisi kejepit antara mempertanggung-jawabkan tugas gue sebagai mahasiswa & anggota panitia atau menghabiskan waktu dengan keluarga. I mean, kapan lagi gue bisa ngumpul berempat? :( 

Oyeah, kecemasan tambahan lagi adalah rencana pernikahan cici gue yang akan dibahas besok. Dimana gue juga harus ikut menyaksikan perdebatan antara kedua keluarga mempelai. Setiap kali gue inget kalau sekarang cici gue sudah bertunangan dengan pacarnya, gue berpikir "Why time goes so fast? I can't believe she will live with someone else. Leaving me behind alone at home"
I just want to spend more time with my big sister. I want to go back to the time we play "masak-masakan" together. Maybe, because I still believe wedding it's very far from my thought right now. It's an adult thing.

I don't like the part of my life when I have to concern so many things in life. It happens because I worry a lot. I can't stop worry until I can solve all of my problems. Mungkin, gue bertahun belakangan ini menjalani hidup malas cuman sekolah, nonton acara TV korea atau talk show amerika, dengerin lagu, baca buku, dan yeah menulis. Satu hal yang gue sangat sedih karena kesibukan hidup gue yang baru adalah hilangnya waktu untuk menulis.

Padahal, gue pengen banget menulis dengan serius sejak gue udah belajar banyak di liburan kemarin. Unfortunately, I just have no time to do it. I'll be tired already, or have nothing to write. Sedih aja karena gue merindukan masa gencar-gencarnya gue menulis. I feel so unproductive.

Sekarang adalah waktu untuk merenungi diri sendiri. Pertama, gue merasa sangat stress karena menjauh dari Tuhan. Okay, kalian boleh muntah denger-nya karena cheesy banget gue bawa-bawa agama. But, I'm serious, gue kayak mengalami lagi pengalaman kalau gak mengandalkan Tuhan dalam segala hal itu membuat hidup lo kacau-balau. Suddenly, I remember that He taught us to stop worry, because He will always be in our side even if we are struggling and have hard time in life. 

Kedua, gue memang harus mengurangi sifat buruk gue yang terlalu cemas dan mengeluh akan sibuknya hidup (like I told you before, I live a passive life, a flat-kind-of-life, not interesting life at all life). Gue berpikir, beginilah rasanya jadi orang dewasa. Setiap hari menghadapi tantangan, masalah, dan kesibukan yang tiada habisnya. Dan gue udah dapet gambaran bagaimana diri gue di masa depan.
I will be the one who can't manage time very well. I will be the workaholic type. Gue akan menjadi si tegang yang tidak bisa bersantai di hidupnya. Bahkan ketika sedang liburan sekali pun :)

Ketiga, just solve all of the problems, loosen up myself, enjoy the life, and face the reality. Karena, gue juga punya kecenderungan untuk hidup di alam impian. I recognize myself for being a dreamer, so yeah it's hard for me to live the 'real' life. I didn't say I have some delusional disorder though. I'm completely aware of my real life. Sometimes, I just feel clueless about living the life since I'm not a practical-person.

Well, dipikir-pikir lagi setelah merenung dan mencurahkan emosi gue lewat post ini, I feel quite better. Sepertinya, gue bisa mempertimbangkan writing therapy buat orang yang punya gangguan kecemasan seperti gue :') 

I just wish I can face this uncomfortable feeling as soon as possible. 

Wish me luck!

Lots of love
Natasha 

PS : I'm seriously need relax time with no assignment and duty to take care!!! So I can just sit comfortably in front of my computer, enjoying good food, and wake up whenever I want! 

25 June 2016

Being An Independent Woman

Gue merasa kalau most girls have no intention to pursue career. Well, thanks to my super Mum, an independent woman who works hard for her family, gue tumbuh menjadi seorang anak perempuan yang gak punya mental mengandalkan suami di masa depan. Gue ngerasa sebagai seorang perempuan, gue juga harus bisa secara mandiri mencari uang sendiri dan punya tabungan sendiri. Gue gak bilang kalo jadi ibu rumah tangga itu salah, tapi imej ibu rumah tangga seakan digunakan anak perempuan yang udah hopeless dengan kuliah. Dengan dunia kerja di masa depan. Dengan karir mereka sendiri.

Gue paling benci ketika gue mendengar ada anak cewek bilang "Gue mah abis kuliah nikah aja deh, cari suami kaya, ngurus anak suami, belanja, udah deh hidup tenang"
I feel like... oh God, bener-bener suatu pandangan yang sempit banget. Kasarnya, "Memang gampang apa cari cowok konglomerat?" dan lebih penting kita semua miskin kalau kalian dapet pacar kaya itu orangtuanya yang kaya. Sangat jarang menemukan anak muda yang kaya raya dari hasil keringatnya sendiri.

Okey, I also notice that most of women end up being stay-home mother. Gue sendiri juga punya keinginan gitu nanti pengen deh ngerawat anak dengan sepenuh hati. Tentu sebagai wanita, kita semua punya rasa keibuan itu setelah nanti melahirkan anak sendiri.Tapi, memangnya jadi ibu itu semudah bayangan kita juga? It's not easy, girls.

Menurut teori psikologi perkembangan yang sudah gue pelajari, peran orangtua or at least pengasuh (caregivers) sangatlah penting buat perkembangan. Bahkan, cara orangtua menyanyangi anaknya di masa bayi, bisa memprediksi bagaimana anak tersebut menyanyangi orang lain di masa dewasa. Seriously, being parents is hard. Salah mendidik anak aja, bisa berakibat fatal bagi si anak di masa depan. Semua pelajaran yang gue pelajari selama kuliah psikologi, semuanya tidak terlepas dari peran orangtua di masa bayi.

Menjadi orangtua, otomatis menjadi panutan orangtua. Kalau kita sendiri masih belum "genah" sebagai seorang individu, bagaimana bisa mengajari orang lain?  Dan untuk menjadi orangtua yang baik, kita toh juga harus berpendidikan. Gue percaya bahwa semua orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Kalo liat film dan buku kayaknya orangtua tuh rela mengorbankan diri mereka buat anak-anaknya. Mereka rela kerja sampe lembur berhari-hari demi anaknya bisa sekolah tinggi. Jadi... menurut gue alangkah lebih baik sebelum kita menjadi orangtua, kita harus punya bekal pengetahuan yang banyak agar anak kita juga menjadi orang yang lebih baik.

Sebagai wanita, kita harus sadar bahwa posisi kita di masyarakat sekarang sudah setara dengan pria. Tidak seperti abad-19, zaman ketika wanita masih susah banget mendapat pendidikan. Mereka akhirnya hanya bisa menjadi stay-home mother and take care of her family. Tapi, lihat sekeliling kita sekarang, wanita justru lebih rajin dan punya nilai yang tinggi dibanding pria. Budaya kita juga perlahan berubah. Sekarang, gak sedikit wanita yang juga bekerja bukan karena meninggalkan tanggung-jawab sebagai ibu, tapi keadaan ekonomi pun salah satu alasannya. Terutama jika tinggal di kota besar, rasanya kalau gak nikah dengan konglomerat, kayaknya sulit bertahan dengan gaya hidup ibukota yang fantastis, hanya dengan mengandalkan uang suami. (It's a different case if you marry a royalty or super rich family)

Menjadi seorang pesimis juga membuat gue sadar akan suatu hal. What if someday you both get divorced? What can you do if you have no good education and savings? Can you survive? Can you let go your fabulous lifestyle you once had because you realise you have nothing? Don't say cheesy thing like "Oh, we will live happily until death do us apart". I'm not that kind of girl...
Sebetulnya, ada banyak pengaruh yang gue dapatkan sehingga bisa punya pemikiran keukeh bahwa seorang wanita harus mampu cari uang sendiri.

To be honest, gue sadar gue anak yang manja. Gue terbaisa serba dibiayai dan hampir selalu permintaan yang gue inginkan dituruti mama gue. Gue sekarang khawatir banget memikirkan kehidupan gue kelak. Bagaimana caranya gue bisa sukses seperti nyokap? Gimana caranya menaikkan saldo di rekening gue tanpa meminta nyokap? Yep gue bukan practical-type person, gue cuman bisa membayangkan gue membuka jasa konseling sembari menjadi penulis sebagai sampingan. Good news is gue bisa melakukan itu semua di rumah! I hope I can really do it... #jadicurcol

SO, what I want to emphasise is don't be such a fool woman who can only depends to her husband. Be intelligent and independent instead. I may never experience dating such thing, but I'm sure guys don't just get interested with your look or body. They will look for women with high-quality inside them. You buy Louis Vuitton because it's luxurious brand that shows prestige, but Louis Vuitton it's not just about the appearance. The quality of their bags, shoes, belts, etc does matter too! You can wear Louis Vuitton shoes for many years without getting broken a little bit. That's why people are so eager to buy it. It's like you fishing with only a bait, but get two fishes instead!

I may little bit sexist to say this, but WHO RUN THE WORLD? GIRLS!

Love
Natasha

I'm An Introvert, So What?

Gue merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakak perempuan gue berbeda enam tahun dengan gue, jadi kami memang terpaut usia yang lumayan jauh. Ketika menceritakan masa kecil kakak gue, mama gue begitu semangat. Yeah, kakak gue termasuk anak bandel yang suka bikin ulah semasa kecil. Namun, giliran menceritakan masa kecil gue, mama gue seakan gak bisa mengingat satu pun. Bukan karena dia pilih kasih atau meng-anak-tiri-kan gue. Masalahnya cuman satu. Gue anak yang sangat diem. Mama gue selalu cerita kalau kerjaan gue hanya ngumpet di belakang pintu kamar, doing nothing. Kalau punya mainan, katanya gue akan semakin diam. Tidak hanya orangtua gue, tetapi semua saudara juga mengakui kalau gue ini pendiam bahkan sempat disangka bisu :') 


Well, mungkin gue terkena dampak self-fulfilling prophecy (you can googling to know what it means). Mama gue selalu men-cap gue sebagai pendiam dan voila... jadilah gue seperti sekarang. Natasha yang diam, menghindari keramaian, dan pemalu. I can't deny that fact. I like to speak on my mind rather than speak out loud from my mouth. Menginjak masa remaja, masa mencari identitas diri, gue bertanya-tanya kepada diri gue sendiri, "Mengapa gue suka menghabiskan waktu sendiri?".  Hobi gue kebetulan adalah membaca, menulis, mendengarkan lagu, dan yeah menonton film. Means, gue harus melakukan itu semua sendirian tanpa ada kehadiran orang lain di sekeliling gue. Kebetulan gue juga orang yang gampang kepecah konsentrasinya.


Waktu SD, gue inget pernah nanya ke temen gue begini, "Eh, gue ini termasuk gaul gak sih?". Yeah, gue bahkan sudah bertanya-tanya apakah gue gaul (yang artinya disukain banyak orang, populer, dan suka lari-larian di sekolah). Melihat teman-teman gue bisa mengobrol dengan asyiknya antar satu sama lain membuat gue meragukan kemampuan sosialisasi gue. Mengapa gue gak bisa seheboh mereka? Ada kalanya memang gue mencoba untuk melawan jati diri gue itu dengan SKSD sama satu penghuni sekolah, gue mencari sensasi sana-sini, gue punya gaya khas untuk menjadi trendsetter, yeah tapi jati diri gue itu tidak bertahan lama. Gue ingin menjadi seperti teman-teman gue yang ramah dan cerewet, itu karena gue merasa menjadi pendiam means gue anak culun, terkucilkan, dan gak populer. Thanks to film-film barat maupun lokal yang mengajarkan anak muda bahwa menjadi culun itu suatu kenajisan.


Menginjak SMP, ketika gue mengenal pelajaran "Character Formation" yang merupakan semacam kelas budi pekerti berbasis Psikologi, gue menjadi tertariklah di bidang Psikologi. Gue tertarik mengetahui diri gue. Gue suka banget ikut tes kepribadian, tes IQ, dan tes apapun yang bisa menunjukkan siapa diri gue ini. Awalnya, mungkin gue penasaran banget karena gue masih remaja. Tetapi, gue juga yakin, memang gue punya sifat ingin-tahu yang tinggi akan diri gue sendiri. That's why salah satu kecerdasan yang menonjol dalam diri gue adalah intrapersonal, kemampuan untuk memahami diri sendiri. Sampai sekarang pun gue tak lelahnya membaca berbagai hal yang bisa mengetahui kepribadian orang, terutama memahami diri gue. 

Yeah, sejak SMA hingga sekarang... gue sadar bahwa gue ini tidak aneh. Gue tidak berbeda dari teman-teman gue. Jawabannya sederhana. Gue hanyalah seorang introvert. 90% introvert to be honest. Orang seringkali salah mengira introvert sebagai orang anti sosial yang membenci orang lain, yang ingin hidup sendirian. Well, no. Gue juga gak bisa bayangin hidup tanpa teman, keluarga, dan kekasih (di masa depan). Toh kaum introvert juga manusia yang notabene makhluk sosial. Kami juga suka banget jalan-jalan, tapi bertemu orang, pergi ke pesta, melakukan aktivitas yang membutuhkan komunikasi membuat kita sangat capek. 

Lalu seperti apakah orang introvert?
Jawabannya sederhana.

Introvert hanya butuh waktu sendirian untuk mengembalikan energi kami. Seperti layaknya handphone yang butuh dicharge, kami para introvert juga perlu dicharge dengan menghabiskan waktu melakukan apapun yang kita sukai. Sebaliknya, kaum extrovert (yang merasa lebih superior karena mereka lebih cerewet) mengembalikan energi dengan bercengkrama dengan orang lain! That's it.

Sebetulnya, introvert-extrovert itu sifatnya kontinum. Ada orang yang lebih dominan di introvert ada yang extrovert. Ada juga orang yang ditengah-tengah (ambivert). Yang ideal tentulah ambivert, ketika kita bisa balance sisi introvert dan extrovert kita. Namun, kebanyakan orang akan tetap condong ke salah satu tipe.



Sebagai introvert, gue menyadari beberapa hal dalam diri gue :

  • Butuh waktu sendirian setelah menghabiskan waktu dengan banyak orang
  • Gue sangat anti terhadap pesta. Mau pesta ulang tahun, pernikahan, kematian, dll. Pesta berarti harus berinteraksi dengan banyak orang, which is suatu hal yang melelahkan buat gue
  • Gue bener-bener kepikiran jika punya janji untuk pergi dengan orang lain, meski dengan teman dekat sekalipun. Pikiran gue selalu sama. "Gak sabar untuk segera mengakhiri acara dan pulang ke rumah"
  • Gue selalu berpikir bahkan susah banget untuk memejamkan mata karena gue juga terus berpikir sebelum tidur
  • Gue merasa canggung saat harus berbasa-basi dengan orang lain (ex : Apa kabar? Udah makan? dll) 
  • Melihat jadwal gue yang janji dengan orang lain membuat gue gusar. Itu berarti gue harus bersosialisasi, pergi ke suatu tempat yang gak ada gambaran di otak gue, dan mencoba membaur dengan orang lain. That's why, I don't like being in an organisation such thing.
  • It's true, gue jarangggg banget kontak mata saat berbicara dengan orang lain (sebenarnya karena saya juga kebetulan shy introvert)
  • Gue sangat suka membuat geng kecil dengan teman-teman dekat yang isinya cuman 3-5 orang. Gue sadar perilaku gue berbeda sekali saat berada di kelompok kecil vs kelompok besar.
  • Gue lebih suka berbicara lewat tulisan. Thanks to technology, gue bisa bebas menjadi diri sendiri melalui chat! O yeah! Gue juga paling benci disuruh angkat telepon dari orang yang gak gue kenal :')
  • Gue tidak kuat berada di keramaian apapun itu jenisnya. Mall yang rame pun akan langsung membuat gue bad mood.
  • Gue selalu punya kegiatan untuk dilakukan! Menonton acara TV, film, baca buku, menulis novel, membaca artikel, dengerin lagu, well... you can say I rarely get bored

Well, itu beberapa hal yang menjadi ciri gue sebagai introvert. Sebetulnya masih banyak hal sih, tapi gak mungkin juga bisa gue paparin di sini semua. 

Intinya adalah menjadi introvert sering banget dipandang sebelah mata oleh masyarakat. It's like being an introvert is a mental illness you know. 

If you're also an introvert, don't ever be ashamed of it! Be proud instead because without us, no one wants to hear extroverts never-ending story. We tend to think first than speak so we actually minimise conflicts. We actually can balance our social life and private life quite well. But still, we're lacking in some aspects too. Be friends with extroverts to be better person. Hehehe

So, do you mind now if you're an introvert? 

I am proud and will never trade my personality to an extrovert hihihi!

Love
Natasha 

PS : Moreover, I am an INFJ (used to be ISFJ but somehow get changed... and I kind of agree that I am both intuition and sensing person) 







29 February 2016

Becoming a Person

Hari ini gue belajar sesuatu yang menarik dari salah satu mata kuliah favorit gue juga, Teori Kepribadian. Jadi, hari ini gue belajar aliran Humanistik yang memandang manusia itu sebagai individu yang berbeda-beda, kita semua ini unik.
Nah, ada satu tokoh humanistik bernama Carl Rogers yang punya teori bahwa manusia berhasil fully-functioning atau mencapai self-actualization jika self-concept dan ideal-self mereka itu kongruen (congruent) --> tidak berbeda terlalu jauh.
Okay, bagi kalian yang tidak lumrah dengan istilah psikologi di atas, tenang saja. Gue akan bantu menjelaskan.

Fully-functioning : Manusia sadar apa yang harus ia lakukan di dalam hidup ini, ia mau jadi apa ke depannya, dsb 
Self-actualization (aktualisasi diri) itu singkat kata adalah kondisi ketika manusia berhasil mewujudkan segala potensi yang ada di dalam dirinya 
Self-concept (konsep diri) : bagaimana individu memandang dirinya sendiri sesuai dengan kenyataan yang ada (how we see ourselves)
Ideal-self : Jati diri yang ideal bagi individu, jati diri yang diinginkan sang individu (what we would like to be)
Persona : Bagaimana kita menunjukkan diri kita kepada dunia luar (topeng)

source : 
http://www.simplypsychology.org/self-concept.html
http://psychology.about.com/od/personalitydevelopment/tp/archetypes.htm

Nah, sekarang setelah udah tahu apa aja nih istilah-istilah tersebut, gue semacam punya keinginan untuk refleksi pribadi sendiri. Gue sendiri sebenernya mengerti diri gue sendiri gak sih? Dan apa sih yang gue inginkan sebetulnya dalam hidup ini? Well yeah memang terdengar terlalu "berat", tapi ini penting. Orang yang sehat secara mental adalah orang yang jarak antara self-concept dan ideal-self nya tidak terlalu jauh. 

Bayangin kalo gue cuman cewek biasa, dari negara berkembang, dengan wajah pas-pasan, lantas gue menginginkan jadi kekasih Liam Payne (One of the One Direction members if you don't know) yang tinggal jauh di Inggris sana dengan popularitas yang begitu besar? Apa jadinya gue nanti? Yep gue bisa kena gangguan mental karena berdelusi menjadi pacar Liam Payne. Gue bisa yang orang kebanyakan sebut "gila" (althoguh as a psychology student I can't no longer use the term of "Gila", forgive me for being arrogant).

Bagaimana dengan kalian? Apa kalian udah aware dengan diri kalian seperti apa dan seperti apa sih jati diri yang ideal bagi kalian?

I'll try mine.

Gue sendiri selalu menganggap diri gue ini punya potensi terbesar dalam bidang linguistik. Gue lebih percaya diri dengan kemampuan berbahasa daripada psikologi gue... hhmm memang terdengar aneh mengingat gue ngambil kuliah psikologi. Tapi, ingat di post gue sebelumnya... terkadang apa yang lo pilih memang bukan yang benar-benar 100% cintai kan? Ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Gue sadar ini ketika kemarin gue ngerjain tugas, gue malah ngecekin tata bahasa teman-teman gue yang di mata gue tuh amburadul-nya parah banget. Bukannya melihat konten makalah, gue malah sibuk yah itu betulin EYD. See???

Gue yakin gue bisa jadi penulis suatu saat nanti which is why that's my ideal-self. I would like to be a successful novelist someday. Minimal kalo versi Indonesia itu si Andrea Hirata atau Dewi Lestari atau versi internasional semacam Meg Cabot? Sophie Kinsella? Cecelia Ahern? Jodi Picoult? wkwkwkw. Seriously, I would do anything to be a novelist.

Hanya saja, gue sadar bahwa untuk mengaktualisasi diri itu tidak gampang. Gue udah sadar gue mampu jadi penulis, dan gue memang mau kok jadi penulis terkenal suatu saat, tapi gue tetaplah Natasha yang punya kelemahan. Pertama, tak hentinya gue mengatakan gue ini pemalu. Lucunya, persona (bisa lihat artinya di atas) gue adalah sebaliknya. Gue berusaha terlihat percaya diri di depan orang lain, tapi sebetulnya gue sangat takut harus berhadapan sama orang. Gue selalu mencoba melawan jati diri gue sesungguhnya karena tidakkah terlihat ganjil orang dewasa bersikap malu-malu?

Selain itu, gue ini orang yang cukup pesimis. Gue seringkali mikir gue bakal messed up, gue bakal fail, gue melakukan bad performance sebelum gue sendiri mencobanya. Tidakkah sifat gue ini menghambat gue banget untuk menerbitkan buku? 
TERAKHIR, ini juga crucial  banget. Gue orang yang memberikan hasil maksimal. Gue bisa gini sepertinya karena bentukan dari sekolah SD-SMA di sekolah yang disiplin dan menuntut standar yang tinggi banget. Alhasi, beginilah Natasha. Gue bukan orang yang suka bekerja ala kadarnya. Gue gak mau membuat karya yang biasa, klise, dan mudah ditebak jalan ceritanya. Gue ingin membuat karya yang spektakuler. And buat membuat karya masterpiece itu tidak mudah, gais. Butuh waktu yang sangat pannnnnjjjjaaanngggg. Hiks.

Well, jadi beginilah diri gue. Sebetulnya masih ada banyak hal yang pengen gue bahas, tetapi jadinya gue  bisa bikin mini novel kalo dilanjutin. So I guess I'm done right now.

Don't forget to reflect your self-concept and ideal-self! Remember to keep it close. Don't dream something you know you can't achieve :) And don't underestimate what you're capable of! 
It's hard and rare to be self-actualized but it's still possible. Never give up to be truly who you are!

Love
Natasha, your future psychologist 

PS : UTS sudah dekat! Tugas menumpuk! I think I'm gonna lose my mind!






21 January 2016

Pemikiran Di Malam Hari

Ditengah lagi ngerjain tugas kuliah, pasti selalu pikiran ini tidak pernah fokus dan lari kemana-mana. Ujung-ujungnya malah bengong dan merenungkan tentang hidup gue. Beginilah secara singkat pemikiran gue di malam hari ini :

Gue menyadari bahwa bertumbuh dewasa itu menyeramkan. Lo dituntut untuk keluar dari zona nyaman lo, lo harus belajar melawan rasa takut dan kecemasan dalam hidup lo, lo dipaksa untuk jadi orang yang mandiri dan bisa menentukan sendiri pilihan dalam hidup lo ini. 

They say, life is too short to make stupid mistakes.

Menjadi dewasa berarti lo harus menerima hal-hal yang gak sejalan dengan pandangan lo. Kenapa? karena lo sadar bahwa gak segala yang lo inginkan bisa lo dapatkan. Lo bahkan harus melakukan hal yang gak lo inginkan karena keadaan menuntut lo demikian. Contoh? Menikahi orang yang gak benar-benar lo cintai demi mendapatkan status dan kenyamanan. Siapa yang mau hidup tanpa arah di dunia ini? Sekali lo mendapat suami yang mapan dan bisa menghidup lo, dan ia mau sama elo, perempuan mana yang gak mau? Sekalipun lo gak benar-benar menyukainya secara individu.

Yang menyedihkan lagi adalah menjadi dewasa itu berhenti mengidamkan hal-hal mustahil yang lo inginkan saat kecil. Semakin bertambah usia, semakin lo dihadapkan dengan kehidupan nyata. Membangun keluarga sendiri, membeli rumah, mobil, dan segala kebutuhan hidup lo sendiri. Mungkin kalian tahu betapa minim-nya gaji seorang pegawai baru, bagaimana dengan gaji minim itu kita bisa membeli rumah yang harganya sudah gak ngotak lagi?
Kreativitas. Yeah, orang dewasa dituntut untuk kreatif dengan hidupnya. Orang dewasa harus punya soft skills yang akan sangat berguna buat hidup ini!

Mengapa gue tidak kuliah sastra aja? atau creative writing karena gue sangat suka banget menulis fiksi? Mengapa gue memilih psikologi, yang sempat gue ragukan, tetapi akhirnya memilih untuk tetap keukeh mempertahankannya? Karena selalu semua jawaban orang sama.
Lo kuliah sastra mau jadi apa?
Memang yah psikologi juga termasuk cabang ilmu yang agak kurang lazim di masyarakat, tetapi setidaknya lo masih bisa jadi karyawan HRD di kantor. 

Lihat? Menjadi dewasa itu berat. Lo harus bisa menempatkan diri lo dengan baik di dalam suatu situasi. Anak kecil bisa ngambek gitu aja bilang mau pulang ketika berada di acara keluarga yang penting. Bagaimana ketika lo udah besar? Apakah masih lucu lo nangis ke mama minta pulang aja daripada di acara penting? Lo harus bisa menahan diri untuk menjalaninya, meski lo ngantuk kek, laper kek, sakit kek, orang lain gak peduli. Lo dituntut untuk menjadi profesional dalam menjalankan peran lo.

Di satu sisi, bertumbuh dewasa juga menyenangkan. Gue bisa pergi jalan-jalan sendiri, membeli barang-barang yang gue sukai dengan bertanggung-jawab, gue bisa memilih jalan hidup gue sendiri yang gue inginkan, dan gue bisa lebih percaya diri berinteraksi dengan orang-orang dewasa lainnya juga. Gue tidak lagi si anak kecil yang diremehkan statusnya.

Tapi, apakah menjadi dewasa itu hanya sebatas bisa minum di bar tanpa diminta KTP? Bisa menonton film dewasa? Itu pemikiran anak kecil. 

They say, age is just a number and I do really agree.

A 40 years old can be really stubborn and clueless about his life, but a 15 years old can be really thoughtful and hard-working. It's up to you, cause adults can decide whatever they want to be! When you messed up, you have to take every consequences of your bad behaviour. 

In the end, I want to emphasize that being grown up is hard. Lo harus mengenal banget diri lo sendiri itu kayak apa, baru bisa menapaki hidup yang penuh lika-liku ini. Memang sebagai manusia kita gak bisa menjadi sempurna, tetapi kita dituntut untuk menjadi yang terbaik sebaik mungkin yang lo bisa lakukan. 

Menjadi dewasa itu suatu keharusan karena agar dapat bertahan hidup, perlu adaptasi di setiap lingkungan. Hidup kita ini berjalan tidak pasti, jadi harus punya mental yang kuat untuk menghadapi perubahan dan hal-hal yang tidak diduga. Tetapi, menjadi dewasa itu juga sebuah pilihan. Seperti yang udah gue sampaikan, orang tua belum tentu punya pemikiran dewasa, dan gak semua anak remaja itu "bocah". Lo harus memilih... akankah lo keluar dari zona nyaman? atau berani untuk melangkah maju?

Hanya kalian sendiri yang tahu jawabannya.

Selamat malam!

Love
Natasha

PS : Minggu pertama kuliah, tugas udah numpuk saja... *nangis di sudut ruangan*