Hey there!

I'm Natasha, the author of this blog. I'm also a psychology student who is working hard to be a novelist. I like thinking deeply mainly about life. I'm not a wise person, I'm simply just a girl who wants inspire the world through my writing.

Hope you enjoy every single of my posts.

Lots of love!
Natasha

PS : Feel free to comment on my posts, I will definitely reply to your comment!


BLOG READERS SURVEY
Please kindly do this survey, it will only take a little of your time! :)

27 October 2013

Belajar Menjadi Dewasa

Kata orang, orang tua itu belum tentu udah dewasa. Dan orang dewasa itu belum tentu tua.
Gue cukup setuju dengan pernyataan itu. Tingkat kedewasaan seseorang itu gak bisa ditentukan dari umurnya. Namun, yang namanya orang udah tua haruslah bersikap, berpikir, dan bertingkah laku seperti orang dewasa pada umumnya.

Gue mungkin mengalami yang namanya, kecepetan berkembang. Pada usia SD, dimana seharusnya masih fase-fase pengen maen terus dan bebas berimajinasi, gue malah mungkin mulai belajar mengenal menjadi remaja. Karena kakak gue yang waktu itu udah remaja, gue jadi kepengaruh. Gue ikutan baca novel-novel teenlit yang belum pantas dimengerti anak SD. Alhasil, pikiran gue jadi berkembang seperti anak remaja. 

Menginjak SMP, yang harusnya masih yah.... pra-remaja, gue jadi makin seperti remaja. Rasanya pengen banget yah punya kisah indah seperti yang ada di novel-novel teenlit gitu. Gue mulai punya pikiran-pikiran yang menurut gue sekarang itu alay dan gak masuk akal terjadi di dunia nyata. Tapi, masa itu sudah berlalu.

Sekarang ketika gue udah beradaptasi dengan menjadi anak SMA..... gue mulai merasa semakin dekat dengan yang namanya jadi dewasa beneran. Masa depan itu semakin dekat untuk diraih. Dan kalo gak serius dari sekarang, gimana gue mau punya masa depan yang bagus? Alhasil, ditambah sekolah gue itu terkenal banyak ulangan, PR, dan tugas plus disiplin. Gue bener-bener menjalani sekolah dengan serius. Gue menjadi anak yang rajin belajar dan mengorbankan hari bahagia di weekend demi belajar, sedikit mengorbankan waktu senang-senang, dan sebisa mungkin mencoba serius belajar.
Gak ada lagi leha-leha gak berguna seperti yang gue lakukan pas SMP. Dan gak ada yang namanya menangisi pelajaran yang susah karena gue udah memilih jurusan impian gue.


Menjadi dewasa itu butuh proses yang gak gampang. Kita harus belajar , belajar, dan belajar. Guru gue pernah bilang kalau hidup kita ini selamanya emang digunakan untuk belajar. Belajar itu gak harus formal seperti di sekolah atau institut. Kita bisa belajar dari apapun. Belajar dari pengalaman misalnya. Pengalaman itu pun gak harus dari pengalaman kita sendiri, tapi juga pengalaman orang lain. Semakin kita banyak belajar, maka kita pun bakal jadi orang yang dewasa dan melihat hidup ini sebagai suatu peluang yang gak boleh dilewatkan.

Sebaliknya, remaja seusia gue biasanya males banget belajar. Believe me, I am a lazy student too. Gue kalo belajar gak bisa tuh pake yang namanya sistem nyicil jauh-jauh hari sebelum ulangan. Gue bakal belajar sehari sebelum ulangan. Gue juga tipe yang bakal affaaalliinn mati, tapi setelah ulangan.... gue bakal lupa. Yang gue hanya ingat itu yah... yang basic-basic nya doang. Tapi yang terpenting bagi gue.. ketika belajar meski hanya sehari sebelum itu, gue harus serius dan sungguh-sungguh supaya hasilnya pun bisa maksimal.

Gue juga berusaha belajar dari hidup gue sendiri yang kalo dilihat-lihat gak sebahagia di novel atau film. Sebagai orangtua single parent yang harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga sekaligus menjadi ibu , mama gue gak bisa full sepenuhnya selalu ada di sisi gue. Pekerjaan dia juga menuntut dirinya berpergian ke luar kota. Sebagai anak, gue gak bisa banyak menuntut.

Waktu kecil gue bersikap seperti anak kecil pada umumnya ketika ditinggal orangtuanya- menangis. Gue inget dulu, waktu mama gue pergi keluar kota, gue nangis kenceng banget sampe mbak gue narik-narik gue nyuruh masuk rumah. Hal itu lumrah- karena gue masih anak kecil yang haus akan kasih sayang orangtua. Menginjak usia yang lebih gede lagi - sekitar kelas 4 SD... gue mulai belajar dan melatih diri untuk terbiasa ditinggal mama gue pergi. Gak bisa selamanya gue nangis saat pergi ditinggal orangtua. Gue harus kuat dan mengerti kalo mereka pergi karena gue juga.
Sekarang, gue sangat terbiasa jika ditinggal mama gue pergi. Malah... cukup senang. :P

Ada temen gue yang cerita kalo dia belajar itu harus diterjemahkan sama mamanya. Ada juga anak yang gak bakal belajar sampe dimarahin ortunya- baru bergerak buka buku. Dan ada juga seperti sepupu gue yang harus dipaksa dan diingetin mamanya buat belajar, baru dia belajar. Gue hanya bisa membayangkan jika gue juga seperti itu. Apa yang terjadi jika gue juga seperti itu?????
Mama gue kalo diitung-itung dalam setahun bisa berpergian sepertiga tahun atau lebih. Kalo gue harus dibentak dulu baru belajar.... gue bisa gak naek kelas berkali-kali.

Gue gak mau menyombongkan diri kalo gue udah bisa mandiri , belajar karena kemauan gue sendiri. Tapi... semua anak perlu deh belajar karena keinginannya sendiri. Kalo dari hal yang simple seperti belajar begitu aja kita gak mau dan males... gimana nanti kerja??? Apa iya kita harus dimarahin orangtua dan dipaksa-paksa kerja baru kita mau kerja???

Anak-anak dan remaja boleh saja penampilannya terlihat sangat dewasa. Rambut dikeriting, pake high-heels biar kelihatan dewasa, dan menggunakan make-up.... mereka terlihat dewasa , modis,dan cantik. Gue tau cewek yang seharusnya harus mulai menjaga penampilan begitu beranjak dewasa. Apalagi mama-mama pengen banget anaknya terlihat modis dan bergaya biar gak malu-maluin ketika lagi jalan-jalan di mall. Pake dress, tas branded, high-heels, dengan make-up yang agak menor.
Gue juga mulai sadar akan penampilan, tapi gue juga gak mau seberlebihan begitu... gue masih merasa belum waktunya (ditambah gue agak tomboy).
Fakta menyedihkannya adalah... penampilan memang menunjukkan orang terlihat dewasa. Tapi sesungguhnya apa mereka udah dewasa dalam pola pikir, tingkah laku, dan sikap?

Sebagai orang yang belajar menjadi dewasa, kita harus tau apa yang udah gak seharusnya kita lakukan lagi. Gue inget banget kalo dulu masih zaman kelas 8, baru ngerasain punya adek kelas di SMP... gue ngeliat adik-adik kelas gue yang "bertingkah". Gue yang waktu itu masih agak bad girl, sering mengkritik adik-adik kelas gue di Twitter. Sindirannya biasanya kayak gini : "Gila yah anak kelas 7 zaman sekarang... berani banget ama kakak kelas" atau "Najis belagu banget jadi anak baru". Sekarang setelah gue liat lagi... kesannya kok bocah banget gitu nyindirnya. Kita toh dulu juga pernah ngerasain jadi anak baru... so... biarkanlah mereka beradaptasi di jenjang yang baru. Biarkan mereka merasakan tahun pertama di sekolah baru. Jadi, menurut gue nyindir-nyindir begitu udah gak zaman lagi.

Ada lagi yang perlu diperhatikan. Emosi. Orang dewasa ialah orang yang bisa mengontrol emosi mereka. Mereka tau kapan dan dimana waktu yang tepat untuk marah. Banyak yang bilang seumuran gue itu lagi masa-masa ababil. Gue sendiri juga sedikit kesusahan belajar mengendalikan emosi. Gue sering banget dongkol kalo sesuatu tidak berjalan seperti yang gue harapkan. Pulang sekolah - capek banget dan gue yang setengah terkantuk melihat makanan di meja makan. Gue kelaparan karena gue hanya makan waktu sarapan pagi. Gue melihat makanan yang gak cocok dengan selera makan gue, dan gue meledak. Gue kesel karena gak ada makanan yang gue suka. Hihihi, sangat kekanakan kan ngambek dan ngamuk karena gak ada makanan yang gue suka.

Terakhir, menurut gue jadi dewasa itu gak lagi sirik-sirikkan sesama teman. Berantem sama temen karena hal gak penting dan gak jelas. Hanya karena gak suka gayanya... oh God! Kayak gayanya kebagusan aja *explodes* Gak bisa bercanda pada saatnya...oh gue suka banget bercanda dan ketawa! tapi gak pas lagi kebaktian, guru nerangin pelajaran, atau momen yang mengharuskan kita untuk duduk tenang juga. Dan jadi dewasa itu mau mengalah. Lebih baik mengalah daripada berantem dan merusak pertemanan. Jangan makin nambah musuh... bakal dibenci orang nantinya.

Well, Tuhan memang adil. Gue boleh dilahirkan di keluarga yang memiliki latar belakang tidak menyenangkan dan menyedihkan. Gue iri lihat temen gue selalu dijemput sekolah ama mama-papanya dan mama-papanya itu standby di rumah.
Kalo dilihat dari sisi buruknya, gue tentu aja pengen nangis dan sedih karena gak bisa tinggal bahagia bersama kedua orangtua. Tapi, itu udah masa lalu dan itu udah keputusan orangtua gue. Jadi, buat apa gue sesalkan?  Yang penting adalah sisi baiknya. Itulah salah satu usaha menjadi dewasa, berpikir positif.

Tuhan menjadikan gue begini, karena ia ingin gue itu belajar mandiri. Belajar menjadi dewasa. Ia ingin gue menjadi terang dan garam bagi dunia. Ia gak pengen gue tumbuh jadi anak manja yang bergantung terus sama mama-papanya. Ia ingin gue belajar mengandalkan diri gue sendiri (dan kepada Tuhan pastinya). Toh pada akhirnya, kita ini menjalani hidup sendiri. Masa depan nantinya kan kita yang menjalani, bukan orangtua, atau temen, atau pacar, atau saudara.


12 Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.
13 Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.
14 Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.

(Ibrani 5 : 12-14)

Love
Natasha

No comments:

Post a Comment